Kata Pengantar
Segala Puji
bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya terutama nikmat
kesempatan serta kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata
kuliah “TAFSIR”. Kemudian solawat serta salam kita sampaikan kepada nabi besar
kita nabi Muhamad SAW yang telah memberikan pedoman hidup kita berupa al-qur`an
dan hadist untuk kesempatan dunia dan akhirat.
Makalah ini termasuk salah satu tugas mata kuliah Ilmu Kalam di jurusan
Perbankan Syariah S1 fakultas Ekonomi
Dan BIsnis Islam Institut Agama Islam Negri Salatiga. Selanjutnya penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Qi Mangku B, Lc, M.Si, selaku dosen pembimbing Ilmu Kalam dan
segenap pihak yang memberikan bimbingan serta arahan dalam menulis makalah ini.
Akhirnya
penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan-kekurangan dalam penulisan
makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dan
konstruktif dari para pembaca dalam makalah ini.
Salatiga, 15
Desember 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Saat ini sulit sekali kita menghindari
riba.Riba banyak di pergunakan oleh masyarakat karena tidak ketahuan tentang
hukum agama.Dalam makalah ini kita akan mempelajari hukum-hukum riba, landasan
tentang riba, hikmah menghindari riba dan lain sebagainya. Dengan harapan
semoga setelah mempelajari makalah ini praktik riba akan berkurang dikalangan
masyarakat. Riba, tidak hanya akanmerugikan orang yang terjerat riba saja
tetapi juga orang yang memakan riba. Orang yang memakan riba itu sama halnya
memakan barang haram, dan orang yang terjerat riba pasti akan merasa dirugikan
karena dia harus menambah tambahan pinjamannya.
Praktik riba tidak hanya terjadi di bank-bank
konvensional saja tetapi juga terjadi di kalangan masyarakat yang dipraktikkan
dalam system pinjam meminjam maupun system jual beli.
B.
Rumusan Masalah
1.1 Bagaimana landasan hukum tentang riba
?
1.2 Apa pengertian tentang riba ?
1.3 Apa macam-macam riba ?
1.4 Bagaimana pengaruh riba terhadap
kehidupan manusia ?
1.5 Apa hikmah keharaman riba ?
C.
Tujuan
2.1
Untuk mengetahui tafsir hukum tentang riba agar pembaca percaya akan hukum riba
itu ada.
2.2
Makalah ini bertujuan agar pembaca bisa mempelajari pengertian tentang riba.
2.3
Makalah ini bertujuan agar pembaca dapat mengetahui macam-macam riba.
2.4
Makalah ini untuk memudahkan pembaca agar mengetahui pengaruh riba terhadap
kehidupan manusia.
2.5
Makalah ini bertuang agar pembaca dapat mengetahui hikmah keharaman riba.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tafsir Ayat Yang Menjelaskan
Tentang Riba
Dalam al-qur`an telah dijelaskan tentang riba
pada surat Ali Imran Ayat 130 yang berbunyi :
ا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافاً مُّضَاعَفَةً
وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai
orang-orang yang beriman!Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung”
Tentang sebab
turunnya ayat di atas, Mujahid mengatakan, “Orang-orang Arab sering mengadakan
transaksi jual beli tidak tunai.Jika jatuh tempo sudah tiba dan pihak yang
berhutang belum mampu melunasi maka nanti ada penundaan waktu pembayaran dengan
kompensasi jumlah uang yang harus dibayarkan juga menjadi bertambah maka Allah menurunkan
firman-Nya.
Syaikh Abu Bakar
Jabir al Jazairi mengatakan, “Ketahuilah wahai orang yang beriman bahwa riba
yang dipraktekkan oleh bank konvensional pada saat ini itu lebih zalim dan
lebih besar dosanya dari pada jahiliah yang Allah haramkan dalam ayat ini dan
beberapa ayat lain di surat al Baqarah. Hal ini disebabkan riba dalam bank itu
buatan orang-orang Yahudi sedangkan Yahudi adalah orang yang tidak punya kasih
sayang dan belas kasihan terhadap selain mereka.
Buktinya jika
bank memberi hutang kepada orang lain sebanyak seribu real maka seketika itu
pula bank menetapkan bahwa kewajiban orang tersebut adalah seribu seratus real.
Jika orang tersebut tidak bisa membayar tepat pada waktunya maka jumlah total
yang harus dibayarkan menjadi bertambah sehingga bisa berlipat-lipat dari
jumlah hutang sebenarnya.
Bandingkan dengan
riba jahiliah.Pada masa jahiliah nominal hutang tidak akan bertambah sedikit
pun jika pihak yang berhutang bisa melunasi hutangnya pada saat jatuh tempo.
Dalam riba jahiliah hutang akan berbunga atau beranak jika pihak yang berhutang
tidak bisa melunasi hutangnya tepat pada saat jatuh tempo lalu mendapatkan
penangguhan waktu pembayaran.
Boleh jadi ada
orang yang berpandangan bahwa riba yang tidak berlipat ganda itu diperbolehkan
karena salah paham dengan ayat yang menyatakan ‘janganlah kamu memakan riba
dengan berlipat ganda’. Jangan pernah terpikir demikian karena hal itu sama
sekali tidak benar. Ayat di atas cuma menceritakan praktek para rentenir pada
masa jahiliah lalu Allah cela mereka karena ulah tersebut.[1]
2.2 Pengertian Riba
Riba adalah penambahan sejumlah harta yang
bersifat khusus[2].Menurut
bahasa, riba memiliki beberapa pengertian yaitu :
1.
Bertambah,
karena salah satu perbuatan riba adalah meminta tambahan dari sesuatu yang
dihutangkan.
2.
Berkembang,
berbunga, karena salah satu dari perbuatan riba adalah membungakan harta uang
atau yang lainya yang dipinjamkan oleh orang lain.
Asal
muasal riba menurit dalam bahasa inggrisnya usury/interest ialah lebih atau
bertambah (ziyadah/addition) pada suatu zat, seperti tambahan pembayaran atas
uang pokok pinjaman[3].
Sedangkan
menurut istilah, yang dimaksud dengan riba menurut Al-Mali ialah :
“Akad
yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui perimbanganya
menurut ukuran syara`, ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua
belah pihak atau salah satu keduanya”.
Misalnya, si A memberi pinjaman pada si B,
dengan syarat si B harus mengembalikan uang pokok pinjaman beserta sekian
persen tambahannya.
Riba
dapat diartikan juga dengan segala jual beli yang haram.Adapun yang dimaksud
disini menurut istilah syara` adalah akad yang terjadi dengan penukaran
tertentu, tidak diketahui sama atau tidaknya menurut syara` atau terlambat
menerimanya.
2.3 Macam-Macam Riba
a.
Riba
Nasi`ah
Riba nasi`ah adalah riba yang muncul karena
utang piutang, riba nasi`ah dapat terjadi dalam segala jenis transaksi kredit
atau uatng piutang dimana satu pihak harus membayar lebih besar dari pokok
peminjamannya.
Kelebihan
pokok pinjaman dengan nama apapun (bunga / interest / bagi hasil), dihitung
dengan cara apapun (fixed rate atau flowating rate), besar atau kecil semuanya
itu tergolong riba .
Kelebihan
tersebut dapat berupa suatu tambahan atau tingkat kelebihan tertentu yang
disyaratkan terhadap yang berhutang.Untuk ke;ebihan yang jenis ini ada yang
menyebutnya riba qard. Misalnya bank sebagai kreditor memb erikan pinjaman dan
masyarakat pembayar bunga yang besarnya ditentukan terlebih dahulu diawal
transaksi (sebagai kelebihan dari pokok pinjamannya), bunga inilah yang
termasuk dari bunga nasi`ah.Demikian juga bunga yang dibayarkan bank atas
deposito atau tabungan nasabahnya.
Selain
itu, kelebihan tersebut dapat berupa suatu tanbahan yang melebihi pokok
pinjamannya karena si peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada
waktu yang telah diterapkan. Atas kelebihannya ada yang menyebut riba
jahiliyah.Misalnya, pengenanaan bunga pada transaksi kartu kredit yang tidak
dibayar penuh tagihannya/ tidak dibayar pada waktu diterapkan atau denda atas
utang yang dibayar tepat waktu.[4]
b.
Riba
Fadhl
Riba fadhl adalah riba yang muncul karena
transaksi pertukaran atau barter. Riba
fadhl dapat terjadi apabila ada kelebihan/penambahan pada salah satu dari
barang ribawi/barang sejenis yang diperuntukkan baik pertukaran dilakukan dari
tangan ke tangan atau kredit.Contoh : menukar perhiasan perak sebesar 40 gram
dengan uang perak (dirham) senilai 3 gram. Selain itu riba fadhl juga dapat
terjadi dari pertukaran barang tidak sejenis
yang dilakukan tidak tunai.Contoh : transaksi jual beli : valuta asing
yang tidak dilakukan dengan cara tunai (spot).
Yang
dimaksud dengan barang ribawi/barang sejenis adalah barang yang secara kasap
mata tidak dapat dibedakan antara satu dengan yang lainya.Para ahli fiqih
sepakat ada 7 macam barang ribawi sebagaimana yang tertuang dalam teks hadist :
emas, perak, jenis gandum, kurma, zabib/tepung, anggur kering dan garam.
Namun, para ahli fiqih berbeda pendsapat atas
barang sejenis.Madzhab Hanafi dan Hambali memperluas konsep benda ribawi pada
benda yang dapat dihitung melalui satuan timbangan atau takaran, madzhab syafi`I
memperluas pada mata uang dan makanan.Madzab Maliki memperluas konsep benda
ribawi pada mata uang dan sifat al-iqtiyat (jenis makanan yang memperkuat
badan), dan al-iddihar (jenis makanan yang dapat disimpan lama).Pertukaran
barang sejenis mengandung ketidak jelasan (gharar) bagi kedua belah pihak yang
bertransaksi atas nilai masing-masing barang yang dipertukarkan.Ketidak jelasan
ini dapat merugikan salah satu pihak, sehingga ketentuan syarah mengatur
kalaupun akn dipertukarkan harus dalam jumlah yang sama, jika tidak mau
menerima dalam jumlah hyang sama karena menganggap mutunya berbeda. Jalan
keluarnya adalah barang tersebut dijual terlebih dahulu kemudian dari uang yang
didapat digunakan untuk membeli barang yang dibutuhkannya[5].
Sedangkan
pertukaran barang nonribawi dimungkinkan dalam jumlah yang berbeda asalkan
penyerahannya dari tangan ke tangan atau tidak ditunda.
2.4 Pengaruh Riba Terhadap Kehidupan Manusia
Imam Razi mencoba menjelaskan alas an mengapa
bunga dalam islam dilarang, antara lain (Qardhawi,2000) sebagai berikut :
1.
Riba
merupakan transaksi yang tidak adil dan mengakibatkan peminjam jauh miskin
karena dieksploitasi, karena riba mengambil harta orang lain tanpa imbalan. Seperti
orang yang menjual senilai satu rupiah tetapi mendapat bayaran dua rupiah,
berarti dia mendapatkan tambahan satu rupiah tanpa ada pengembalian. Sedangkan
harta sesorang merupakan hak miliknya yang harus dihormati/dihargai,
sebagaimana disebutkan dalam hadist dibawah ini :
“Kehormatan harta seseorang sepertio
kehormatan darahnya”.
2.
Riba
akan menghalangi orang untuk melakukan usaha karena pemilik dapat menambah
hartanya dengan transaksi riba secara tunai maupun berjangka. Sehingga pemilik
harta riba akan meremehkan persoalan untuk mencari penghidupan sehingga dia
tidak mau menanggung resiko berusaha,
berdagang, dan pekerjaan-pekerjaan yang berat. Hal ini akan menyebabkan
hilangnya manfaat bagi masyarakat.padahal telah diketahui bersama bahwa
kemaslahatan dunia tidak akan dapat berwujud tanpa adanya perdagangan,
ketrampilan, perusahaan dan pembangunan.
3.
Riba
akan menyebabkan terputusnya hubungan baik antar masyarakat dalam bidang pinjam
meminjam. Jika riba diharamkan, setiap orang akan merasa rela meminjamkan uang
sebesar 1 rupiah dan akan mendapatkan pengembalian sebesar 1 rupiah pula. Sedangkan
jika riba dihalalkn orang yang memiliki kebutuhan mendesak akan mendapatkan
uang 1 rupiah dan mengembalikan sebesar 2 rupiah. Hal ini akan menyebabkan
hilangnya perasaan belas kasihan , kebaikan, dan kebajikan[6].
4.
Pada
umumnya orang yang memberikan pinjaman adalah orang kaya, sedangkan orang yang
meminjam adalah orang miskin.pendapat yang memperolehkan riba berarti
memberikan jalan bagi orang kaya untuk menerima tambahan harta dari orang
msikin. Padahal tindakan demikian itutidak diperbolehkan menurut nilai kasih sayang
dari Allah yang Maha Penyayang.
Riba menimbulkan bencana yang besar bagi umat
manusia, karena riba manusia menjadi sengsara, baik secara pribadi, individu, Negara
dan bangsa.Selain itu, hanya menguntungkan kepentingan segelintir orang dari
kalangan lintah darat (pemungut riba).Riba merusak moral dan jiwa manusia.Riba
mengganggu perputaran harta dan pertumbuhan ekonomi secara adil.Riba,
sebagaimana terjadi diabad modern ini, menyebabkan terpusatnya kekuatan dan
otoritas pada tangan segelintir orang yang sangat berat dan keji, tidak pernah
memikirkan kepentingan orang lain dan tidak pula menghormati nilai-nilai moral.
Mereka itulah yang memberikan pinjaman kepada orang-orang, baik secara
individual, kelompok, Negara maupun bangsa, didalam dan diluar negri.Kemudian
mereka dapatkan dalam bentuk bunga, dan mereka sendiri tidak melakukan apa-apa
untuk itu.
2.5 Hikmah Keharaman Riba
Hikmah
diharamkannya riba antara lain :
a.
Menjaga
harta seseorang muslim supaya tidak dimakan dengan cara yang bathil.
b.
Mengarahkan
seorang muslim supaya menginvestasikan hartanya didalam sejumlah usaha yang
bersih yang jauh dari kecurangan dan penipuan.
c.
Menyumbat
seluruh jalan yang membawa seorang muslim pada tindakan yang memusuhi dan
menyusahkan saudaranya sesame muslim yang berakibat pada lahirnya celaan serta
kebencian dari saudaranya.
d.
Menjauhkan
seorang muslim dari perbuatan yang dapat membawanya kepada [7]kebinasaan.
Karena memakan harta riba itu merupakan kedurhakaan dan kezaliman itu adalah
penderitaan.
e.
Membukakan
pintu-pintu kebaikan dihadapan seorang muslim untuk mempersiapkan bekal kelak
dihari akhir dengan meminjami saudara sesama muslim tanpa mengambil manfaat
(keuntungan), menghutanginya, menangguhkan hutangnya sehingga mampu
membayarkannya, memberinya kemudahan serata menyayanginya dengan tujuan
semata-mata mencari ridho Allah. Sehingga mengakibatkan tersebarnya kasih sayang
dan ruh persaudaraan yang tulus di antara kaum Muslimin[8]
2.6 Analisa Tentang Riba
Larangan praktik riba dan memakan harta riba
itu telah dijelaskan dalam surat Ali Imran Ayat 130. Akan tetapi sejauh ini
praktik riba itu masih dijalankan oleh banyak kalangan bukan hanya orang
nasrani saja yang menjalankan tapi orang muslim juga masih banyak yang
menjalankan praktik riba baik riba nasi`ah maupun riba fadhl. Karena peraktik
riba saat ini sangat sulit dihindari kalo bukanseseorang itu sendiri yang harus berhati-hati. Saat ini Praktik
riba tidak hanya dilakukan di lembaga-lembaga keuangan konvensional saja tetapi
juga banyak praktik jual beli yang menggunakan praktik riba semisal 1 barang
yang dihargai dengan 2 harga, selain itu juga banyak para rentenir yang memakai
system bunga berbunga yang banyak merugikan orang yang berhutang, pasar modal. Di
dalam pasar modal praktik spekulasi jual beli saham bisa dikatakan riba sebab
seseorang investor itu bisa mendapatkan
keuntungan tanpa dia melakukan sesuatu dan hanya dalam jangka waktu yang sangat
singkat mereka bisa mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Berbeda dengan
keuntungan besar (laba) yang di peroleh
dari praktik jual beli, disitu diperbolehkan jika seseorang pengusaha mengambil
keuntungan (laba) yang tinggi asalkan dia tidak berbohong dan dia cerdas untuk
mengefisienkan produksinya sehingga dia bisa tetap mendapatkan laba yang tinggi
tanpa merugikan si pembeli. Sedangkan praktik riba di lembaga keuangan
konvensional itu sudah jelas dalam bentuk bunga.
Dari makalah diatas sudah di jelaskan hukum
tentang riba, pengertian riba itu sendiri,
pengaruh riba terhadap kehidupan manusia, dan hikmah keharaman riba.Dengan harapan semoga orang-orang yang
membaca makalah ini semoga bisa menghindari praktik riba.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Larangan
riba telah disebutkan dalam al-qu`an Surat Ali Imran Ayat 130 yang artinya :
“Wahai
orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung”.
Maka
jelas Allah telah melarang umat muslim untuk mempraktikkan riba dalam hal
apapun.
Pengertian
riba sendiri yaitu penambahan sejumlah harta yang bersifat khusus.
Menurut
bahasa, riba memiliki beberapa pengertian yaitu :
1.
Bertambah,
karena salah satu perbuatan riba adalah meminta tambahan dari sesuatu yang
dihutangkan.
2.
Berkembang,
berbunga, karena salah satu dari perbuatan riba adalah membungakan harta uang
atau yang lainya yang dipinjamkan oleh orang lain.
Jenis-jenis
riba ada dua yaitu riba nasi`ah dan riba fhadl.Riba fadhl adalah riba yang
muncul karena transaksi pertukaran atau
barter sedangak riba nasi`ah adalah riba yang timbul karena utang piutang.
Rujukan Dan Daftar Pustaka
1.
Kitab
Tafsir Al-qur`an
2.
Kamus besar Bahasa Indonesia,
3.
Ali,Muhamad Maulana, 1950 The Religion of Islam, Lahore, The Ahmadiyah Anjuman Isha`at Islam
4.
Nurhayati, Sri Wasilah,Akuntansi Syariah Di Indonesia edisi 4 jakarta:salemba empat,2014
5.
Rasjid, Sulaiman , fiqih
islam, Bandung, sinar baru algensindo,2006,
[1]
Kitab Tafsir
[2]
Kamus besar Bahasa Indonesia, hal 229
[3]Muhamad
ali Maulana, 1950 The Religion of Islam, Lahore, The Ahmadiyah Anjuman Isha`at
Islam, hal 721
[4]
Sri Nurhayati,Wasilah,Akuntansi Syariah
Di Indonesia edisi 4 jakarta:salemba empat,2014 hlm61
[5]
Ibid hlm : 62
[6]
Ibid ; hlm 63
[7]Sulaiman
Rasjid, fiqih islam, Bandung, sinar baru algensindo,2006, hlm :290
[8]Ibid
; hlm 66
Tidak ada komentar:
Posting Komentar