BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Risiko berhubungan dengan ketidakpastian ini terjadi karena kurang atau
tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Sesuatu yang
tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Menurut
Wideman, ketidakpastian yang menimbulkan kemungkinan menguntungkan dikenal
dengan istilah peluang (opportunity), sedangkan ketidakpastian yang menimbulkan
akibat yang merugikan disebut dengan istilah resiko (risk). Dalam beberapa
tahun terakhir, manajemen resiko menjadi trend utama baik dalam perbincangan,
praktik, maupun pelatihan kerja. Hal ini secara konkret menunjukkan pentingnya
manajemen resiko dalam bisnis pada masa kini.
Secara umum resiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorang
atau perusahaan di mana terdapat kemungkinan yang merugikan. Bagaimana jika
kemungkinan yang dihadapi dapat memberikan keuntungan yang sangat besar, dan
walaupun mengalami kerugian sangat kecil sekali. Misalnya membeli lotere. Jika
beruntung maka akan mendapat hadiah yang sangat besar, tetapi jika tidak
beruntung uang yang digunakan membeli lotere relatif kecil. Apakah ini juga
tergolong resiko? Jawabannya adalah hal ini juga tergolong resiko. Selama
mengalami kerugian walau sekecil apapun hal itu dianggap resiko.
2.
Rumusan Masalah
a.
Apa
Alternatif Manajemen Risiko?
b.
Bagaimana
Keputusan Memilih Alternatif Manajemen Risiko?
c.
Bagaimana Cara Pengendalian Risiko
3.
Tujuan Pembuatan Makalah
a. Untuk
mengetahui apa alternatif manajemen risiko
b. Untuk
mengetahui keputusan memilih alternatif manajemen risiko
c. Untuk
mengetahui pengendalian risiko.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Teknik –
Teknik Manajemen Risiko
Pak Joko baru saja membeli mobil BMW
baru seri 7 yang berharga Rp1,5 miliar. Dia sangat khaatir jika terjadi sesuatu
dengan mobil barunya, seperti kecelakaan yang bisa membutuhkan biaya yang
sangat tinggi untuk perawatannya, atau dicuri yang membuat dia mengalami
kerugian besar. Kemungkinan seperti itu kelihatannya tidak terlalu besar,
karena dia sudah berhati-hati. Tetapi jika terjadi, kerugian yang akan
ditanggung sangat besar. Pak Joko memutuskan untuk membeli asuransi yang
mencakup pencurian dan kecelakaan.
PT.Kelana merupakan perusahaan taksi
dengan armada taksi sekitar 200 mobil. Sebagai bagian dari operasi taksi, PT.Kelana
menghadapi risiko seperti kecelakaan mobil, tabrakan kecil, pencurian bagian
mobil(misal spion). PT.Kelana memutuskan untuk menahan atau menanggung risiko
tersebut (risk retention). PT.Kelana memutuskan untuk tidak membeli asuransi
untuk mengcover risiko tersebut. Sebagai gantinya, PT.Kelana mencadangkan dana
sebesar tertentu secara periodik (1% dari total penjualan tahunan) yang bisa
dipakai untuk mendanai kerugian jika risiko tersebut muncul (misal memperbaiki
mobil yang rusak karena kecelakaan). PT.Kelana juga membuat aturan dan prosedur
yang ketat untuk menekan kemungkinan munculnya risiko tersebut. Misal melalui
training terhadap pengemudi taksi (memarkir di tempat yang aman , tidak boleh
ngebut, dan sebagainya.
Jika suatu organisasi menghadapi
risiko, alternatif apa saja yang bisa dilakukan oleh organisasi? Bab ini
membicarakan beberapa alternatif untuk mengelola risiko. Ilustrasi di atas
menunjukan beberapa alternatif pengelolaan risiko yang bisa diambil. Pak Joko
memutuskan untuk membeli asuransi (mentransfer risiko ke pihak lain). Sementara
PT.Kelana memutuskan untuk menanggung sendiri (menahan, atau risk retention)
risiko yang dihadapinya. PT Kelana juga melakukan pengendalian risiko (risk
control) melalui program pelatihan terhadap pengemudinya untuk mengurangi
kemungkinan risiko tersebut.
Beberapa alternatif bisa dipilih
untuk mengelola risiko yang dihadapi, yaitu :
1.
Pengihdaran
risiko (Risk avoidance)
2.
Pengendalian
risiko (Risk control)
3.
Penanggungan
atau penahanan risiko(Risk retention)
4.
Pengalihan
risiko (Risk transfer)
Organisasi bisa memilih salah satu
alternatif tersebut atau menggabungkan beberapa alternatif di atas. Jika
memilih untuk menggunakan beberapa alternatif, maka organisasi harus menentukan
kombinasi alternatif pengelolaan risiko yang optimal.
A.
Alternatif Manajemen Risiko
1.
Eksponsur Risiko Dan Pengendalian Manajemen Risiko
Pengendalian risiko mempunyai peranan penting dalam
manajemen risiko. Eksposur terhadap risiko yang tinggi, jika diimbangi dengan
pengendalian risiko yang baik, akan mengurangi atau meminimalkan risiko yang
dihadapi oleh perusahaan seperti yang terlihat pada tabel berikut ini.
Hasil Penilaian Predikat
Risiko Komposit
|
Risiko Inheren
|
Low
|
Moderate
|
High
|
Sistem
Pengendalian
Risiko
|
Wenk
|
Low to
Moderate
|
Moderate to high
|
High
|
Acceptable
|
Low
|
Moderate
|
High
|
Straig
|
Low
|
Moderate to
Low
|
High to
moderate
|
Tabel di atas nenunjukkan bahwa profil risiko
ditentukan oleh dua hal :
1.
Risiko
Intern, dan
2.
Sistem
pengendalian risiko
Sebagai ilustrasi, misalkan ada perusahaan Indonesia
yang begerak di bidang konstruksi (kontraktor). Perusahaan tersebut ditawari
pekerjaan di Irak (TAHUN 2008, Irak masih di bawah pendudukan Amerika Serikat,
banyak serangan bom dari pemberontak). Bagaimana evaluasi eksposur risiko
tersebut? Risiko inheren yang dihadapi perusahaan tersebut, jia beroperasi di
Irak, adalah sangat besar. Mereka bisa kena serangan bom, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Karena itu risiko inheren perusahaan tersebut masuk
dalam kolom High. Bagaimana dengan sistem pengendalian risikonya? Sebagai
perusahaan kontraktor yang tidak mempunyai pengalaman dalam perang atau
menghadapi serangan bersenjata, sistem pengendalian risiko perusahaan tersebut
bisa dikatakan lemah (baris pertama). Gabungan dari risiko inheren tinggi
dengan sistem pengendalian risiko rendah menghasilkan profil risiko yang
tinggi. Untuk perusahaan tersebut, strategi yang optimal barangkali tidak
mengambil tawaran tersebut.
Sebagai ilustrasi lain, misal ada perusahaan keamanan profesional dari Amerika
Serikat, yang juga menyediakan jasa tentara bayaran. Perusahaan tersebut
memperoleh tawaran pekerjaan di Irak. Bagaimana evaluasi terhadap profil risiko
tawaran tersebut? Sama seperti di atas, risiko inheren yang dihadapai oleh
perusahaan tersebut sangat besar. Mereka bisa kena serangan bom setiap saat.
Bagaimana dengan sistem pengendalian risikonya? Karena perusahaan keamanan yang
profesional, mempunyai tentara bayaran yang terlatih, sistem pengendalian
mereka terhadap risiko perang cukup baik. Misalkan sistem pengendalian risiko
mereka masuk dalam kategori strong (kuat). Gabungan dari risiko inheren yang
tinggi dengan sistem pengendalian risiko yang kuat adalah profil risiko moderate
in high. Strategi yang optimal barangkali adalah mengambil tawaran tersebut,
dan memperoleh keuntungan dari tawaran tersebut. Risiko yang dihadapi sangat
tinggi, tetapi pengendalian risiko yang kuat bisa mengoptimalkan profil risiko
yang dihadapi.
2.
Penghindaran Risiko
Jika memungkinkan, risiko yang tidak
perlu, risiko yang bisa dihilangkan tanpa ada pengaruh negatif terhadap
pencapaian tujuan, bisa dihindari. Misalkan saja perusahaan mempunyai dua
pilihan untuk gudangnya, satu di daerah rawan banjir, yang lainnya di daerah
aman banjir. Jika segala sesuatunya sama (misal harga sewanya sama), perusahaan
seharusnya memilih gedung yang di daerah aman banjir. Dalam kebanyakan situasi,
risiko tidak bisa dihindari. Perusahaan secara sengaja melakukan aktivitas
bisnis tertentu untuk memperoleh keuntungan. Dalam melakukan aktivitas bisnis
tersebut, perusahaan menghadapi risiko yang berkaitan dengan aktivitas
tersebut. Karena itu risiko semacam itu tidak bisa dihindari.
3.
Penahanan Risiko
Alternatif lain dari manajemen
risiko adalah perusahan menanggung sendiri risiko yang muncul (menahan risiko
tersebut atau risk retention). Jika risiko benar-benar terjadi, perusahaan
tersebut harus menyediakan dana untuk menanggung risiko tersebut.
Contoh taksi PT Kelana pada bagian
awal bab ini menunjukkan bahwa PT Kelana memilih untuk menahan risiko operasi
kendaraannya. Dalam contoh tersebut PT Kelana secara sadar merencanakan untuk
menahan risiko tersebut.
a. Penahanan yang direncanakan dan
yang tidak direncanakan
Penahanan risiko bisa terjadi secara
terencana dan tidak terencana. Jika suatu perusahaan mengevaluasi risiko-risiko
yang ada, kemudian memutuskan untuk menahan sebagian atau seluruh risiko, maka
perusahan tersebut menahan risiko dengan terencana. Pada situasi lain,
perusahaan tidak sadar akan adanya risiko yang dihadapinya. Perusahaan tidak
melakukan apa-apa. Dalam situasi tersebut perusahaan menahan risiko dengan
tidak terencana. Sebagai contoh, suatu perusahaan membuat produk tertentu. Tapi
perusahaan tersebut tidak menyadari baha produk tersebut bisa memunculkan
risiko gugatan oleh konsumen terhadap perusahaan. Perusahaan secara tidak
terencana menahan risiko gugatan tersebut.
b. Pendanaan risiko yang ditahan
Risiko yang ditahan bisa didanai dan
bisa juga tidak didanai. Jika perusahaan tidak menetapkan pendanaan yang khusus
ditujukan untuk mendanai risiko tertentu, jika risiko tersebut muncul, maka
risiko tersebut tidak di danai. Dalam beberapa situasi, alternatif tersebut
merupakan pilihan yang masuk akal. Sebagai contoh, supermarket tidak mendanai
risiko pencurian oleh pembeli supermarket. Supermarket tersebut beranggapan
baha pencurian oleh pembeli merupakan bagian dari bisnis supermarket sehingga
tidak perlu pendanaan yang khusus. Pencurian tersebut bisa dimasukkan ke dalam
biaya operasional. Tetapi jika kerugian yang timbul akibat risiko tersebut
sangat besar, maka perusahaan bisa mengalami kesulitan jika harus membiayai
kerugian tersebut.
Dalam situasi tersebut, perusahaan
bisa mendanai risiko tersebut. Pendanaan bisa dilakukan melalui beberapa cara,
seperti menyisihkan dana cadangan, selfinsurance, dan captive insurers.
·
Dana Cadangan
Perusahaan menyisihkan dana tertentu
secara periodik yang ditujukan untuk membiayai kerugian akibat dari risiko
tertentu. Dalam contoh di bagian awal, PT Kelana menyisihkan dana sebesar 1%
dari pendapatan untuk membiayai kerugian akibat kecelakaan mobil taksinya. Yang
perlu diperhatikan adalah persoalan akuntansinya, yaitu apakah memungkinkan
atau tidak, jika memungkinkan bagaimana aturan dan nama rekening untuk dana
cadangan kerugian semacam itu. Perusahaan bisa juga menyiapkan dana cadangan
dalam bentuk memegang aset yang likuid (misal kas) yang disiapkan untuk
membiayai kerugian jika risiko terjadi. Perusahaan jug abisa membangun akses ke
pasar keuangan yang baik sehingga jika terjadi kerugian , perusahaan bisa
memperoleh dana dari pasar keuangan, meskipun biasanya bank tidak memberikan
pinjaman untuk kerugian akibat terjadinya risiko (misal akibat kebakaran)
·
Self-insurancedan Captive Insurers
Pengelolaan dana cadangan bisa
ditingkatkan lagi menjadi semacam asuransi untuk internal perusahan sendiri (self-insurance).
Meskipun da keberatan karena istilah self-insurancedi sini tidak mengindikasikan
adanya transfer risiko ke pihak luar. Risiko masih berada di perusahaan. Dengan
self-insurance, perhitungan dilakukan lebih teliti untuk menentukan berapa
besarnya premi yang harus disisihkan, berapa besarnya tanggungan yang bisa
diberikan. Kerugian yang terjadi lebih besar dari tanggungan maksimum, bisa
dialihkan ke pihak luar (misal diasuransikan). Self-insurance bisa dilakukan
jika (1) eksposur di perusahaan cukup besar, sehingga skala ekonomisnya bisa
tercapai, (2) Risiko bisa diprediksi dengan baik.
Captive insurer dilakukan dengan
mendirikan anak perusahaan asuransi yang menjadi bagian dari perusahaan. Risiko
dalam perusahaan bisa diasuransikan ke captive insurer tersebut. Captive
insurer tersebut juga bisa menjual asuransi ke pihak eksternal (perusahaan
lain). Timbul pertanyaan apakah manfaat captive insurers semacam itu, karena
risiko tidak di transfer ke pihak luar? Risiko masih di tanggung sendiri oleh
perusahaannya. Ada beberapa alasan kenapa captive insurers menjadi menarik, diantaranya:
(1) di beberapa negara, perlakuan pajak sedemikian rupa sehingga
mnguntungkan untuk membuat captive insurers (pajak bisa dibayarkan lebih
kecil), (2) kontrak asuransi menjadi lebih fleksibel karena praktis berurusan
dengan pihak internal. Kadang-kadang manajer captive insurers sekaligus menjadi
manajer risiko perusahaan.
Dalam hal ini, asimetri informasi
dan problem keagenan yang terjadi antara pihak internal dengan eksternal bisa
dihilangkan. Sebagai premi yang dibayarkan tidak akan lebih mahal dibandingkan
dengan kalau membeli asuransi dari pihak luar.
4.
Pengalihan Risiko
Alternatif lain dari manajemen
risiko adalah memindahkan risiko ke pihak lain (mentransfer risiko ke pihak
lain). Pihak lain tersebut basanya mempunyai kemampuan yang lebih baik untuk
mengendalikan risiko, baik karena skala ekonomi yang lebih baik sehingga bisa
mendiversifikasikan risiko lebih baik, atau karena mempunyai keahlian untuk
melakukan manajemen risiko lebih baik. Risk transfer bisa dilakukan melalui
beberapa cara :
1. Asuransi
Asuransi merupakan metode transfer
risiko yang paling umum, khusunya untuk risiko murni (pure risk). Asuransi
adalah kontrak perjanjianantara yang diasuransikan (insured) dan perusahan
asuransi (insurer), dimana insurer bersedia memberikan kompensasi atas kerugian
yang dialami pihak yang diasuransikan, dan pihak pengasuransi (insurer)
memperoleh premi asuransi sebagai balasannya.
Empat hal diperlukan dalam transaksi
asuransi : (1) perjanjian kontrak, (2) pembayaran premi, (3)tanggungan
(benefit) yang dibayarkan jika terjadi kerugian, seperti yang disebutkan dalam
kontrak, dan (4) penggabungan (pool) sumber daya oleh perusahaan
asuransi yang diperlukan untuk membayar tanggungan.
Bisnis asuransi didasarkan pada
prinsip mengumpulkan (pool) sumber daya, bukannya menggumpulkan risiko.
Melalui premi yang diterima oleh perusahaan asuransi, perusahaan bisa
mengumpulkan sumber daya, sehingga bisa memperkecil probabilitas tidak bisa
memenuhi kewajibannya. Penggabungan resiko untuk memperkecil probabilitas
ketidakmampuan membayar kewajiban masyarakat hubungan yang rendah (atau
negatif) sehingga risiko tersebut akan saling menghilankan. Penggabungan risiko
semacam itu merupakan prinsip diversifikasi, bukannya asuransi.
Risiko yang bisa ditanggung oleh
asuransi cukup beragam. Berikut ini beberapa contoh risiko-risiko tersebut: (1)
Risikokecelakaankerja, (2) Risiko kematian, (3) Risiko tabungan tidak terbayar
oleh bank (asuransi deposito), (4) Risiko kebakaran atau kerusakan property.
2. Hedging
Hedging atau lindung
nilai pada dasarnya mentransfer risiko kepada pihak lain yang lebih bisa
mengelola risiko lebih baik melalui transaksi instrument keuangan. Sebagai
contoh, perusahaan Indonesia mempunyai kewajiban untuk membayar cicilan utang
dalam dolar AS tiga bulan mendatang. Perusahaan tersebut menghadapi risiko
turunnya nilai rupiah terhadap dolar AS, atau naiknya nilai dolar AS terhadap
rupiah. Jika hal tersebut terjadi, maka perusahaan tersebut harus menyediakan
rupiah yang lebih banyak, dan bisa menyebabkan perusahaan tersebut mengalami
kesulitan keuangan (ingat kasus perusahaan Indonesia yang mempunyai utang dalam
dolar, kemudian bangkrut ketika rupiah jatuh nilainya terhadap dolar pada saat
krisis ekonomi tahun 1997)
Untuk menghindari risiko turunnya nilai rupiah terhadap dolar, perusahaan
tersebut bisa melakukan hedging dengan beberapa cara, misal membeli
kontrak (forward $ atau futures $ dengan posisi long. Forward
$ atau Futures dolar merupakan instrument keuangan yang dinamakan
instrument derivatif. Strukturpay-off dari instrument derivative
berodolar forward atau futures $ long adalah sedemikian
rupa jika rupiah melemah terhadap dolar maka pemilik kontrak tersebut akan
memperoleh keuntungan. Keuntungan tersebut bisa dipakai untuk mengkompensansi
kerugian dari posisi awalnya (kewajiban untuk menyediakan dolar tiga bulan
mendatang).
Dengan demikian cara kerja hedging mirip dengan asuransi, yaitu jika
kita rugi karena risiko tertentu, kita memperoleh kompensasi dari kontrak
lainnya. Jika diasuransi, asuransi diberikan oleh perusahaan asuransi.
Sedangkan untuk hedging dengan instrument derivatif, kompensasi
diberikan oleh pihak lain (counter party) yang menjual kotrak derivatif
tersebut.
3. Incorporated
Incorporated atau
membentuk perseroan terbatas merupakan alternatif transfer risiko, karena
kewajiban pemegang saham dalam perseroan terbatas hanya terbatas pada modal
yang disetorkan. Kewajiban tersebut tidak akan sampai kekayaan pribadi. Secara
efektif, sebagian risiko perusahaan ditransfer kepihak lain, dalam hal ini
biasanya kreditur (pemegang utang). Jika perusahaan bangkrut, maka pemegang
saham dan pemegang utang akan menanggung risiko bersama, meskipun dengan
tingkatan yang berbeda.
Pemegang utang biasanya mempunyai
prioritas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemegang saham. Misalkan
perusahaan bangkrut, asetnya dijual, hasil penjualan asset tersebut akan
diberikan kepada pemegang utang. Jika masih ada sisa, pemegang saham baru bisa
memperoleh bagiannya. Tetapi kewajiban pemegang saham tidak akan sampai pada
harta pribadinya. Secara umum, mekanisme semacam itu yang terjadi, meskipun
dalam situasi khusus, kewajiban pemegang saham bisasampai kekekayaan
pribadinya.
4. Teknik Lainnya
Selain teknik transfer risiki yang
disebutkan diatas, ada banyak teknik transfer risiko lainnya. Berikut ini
bebesrapa contoh bagaimana teknik transfer risiko bisa digunakan dalam situasi
tertentu. Misal perusahaan penjual computer notebook ingin menghindari
risiko perusahaan kurs. Biasanya computer notebook diimpor atau banyak
komponennya yang diimpor dari luar negeri. Jika harga ditetapkan dalam rupiah
,maka harga akan berfluktusi mengikuti perusahaan kurs. Jika rupiah melemah
terhadap dolar, maka harga notebook akan naik, dan sebaliknya. Fluktuasi
harga tersebut membuat ketidakpastian menjadi tinggi. Penjual computer notebook
biasanya mentransfer risiko perusahaan kurs kepembeli dengan cara
menetapkan harga notebook dalam dolar AS rupiah.
B.
Keputusan Memilih Alternatif Manajemen Risiko
Secara umum jika risiko mempunyai
frekuensi yang sering dengan severity yang rendah, maka alternatif
risiko ditahan merupakan alternatif yang paling optimal. Jika risiko mempunyai
frekuensi yang kecil tetapi mempunyai severity yang besar, maka
alternatif ditransfer merupakan alternatif yang optimal. Jika frekuensi dan severity
tinggi, maka perusahaan bisa berpikir untuk menghidari risiko tersebut.
Tabel berikut ini meringkaskan alternatif risiko tersebut.
Tabel 13.1 AlternatifManajemenRisiko
Frekuensi (Probabilitas)
|
Severity (Keseriusan)
|
Teknik yang Dipilih
|
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
|
Rendah
Rendah
Tinggi
Tinggi
|
Ditahan
Ditahan
Ditransfer
Dihindari
|
Beberapa ilustrasi bisa diberikan
disini. Risiko kecelakaan mobil dari perspektif individu mempunyai ciri
frekuensi rendah, dengan tingkat severity yang tinggi. Untuk risiko
semacam itu, alternatif ditransfer merupakan alternatif yang optimal. Karena
itu akan lebih jika individu membeli auransi kecelakaan mobil dibandingkan
menahan risiko tersebut. Risiko kebakaran atau terkena serangan badai mempunyai
ciri frekuensi rendah dengan severity yang tinggi. Untuk jenis risiko
tersebut, alternatif transfer risiko merupakan alternatif yang optimal.
Tentunya besar kecil severity dan
frekuensi bersifat relatif, tergantung dari sudut pandang tertentu. Sebagai
contoh, kerugian sebesar Rp 1 miliar bagi perusahaan kecil akan terlihat sangat
besar, tetapi bagi perusahaan besar, angka tersebut merupakan angka yang kecil.
Disamping itu, alternatif-alternatif tersebut tidak saling menghilangkan.
Perusahaan bisa menggunakan kombinasi alternatif risiko. Sebagai contoh,
perusahaan mengasuransikan kerugian dari kebakaran diatas angka Rp 1 miliar.
Dibawah angka tersebut, perusahaan bersediah menanggung (menahan) risiko
tersebut. Perusahaan berarti menggunakan alternatif menahan dan sekaligus
mentransfer risiko.
Disamping itu, penggunaan
alternatif-alternatif tersebut perlu dilengkapi dengan pengendalian risiko.
Pengendalian risiko berkaitan dengan alternatif-alternatif risiko seperti
terlihat berikutini. Untuk alternatif menahan risiko, maka pengendalian risiko
menjadi penting dilakukan. Pengendalian risiko yang baik bisa memperkecil
risiko, sehingga alternatif menahan risiko menjadi lebih layak. Untuk
alternatif mentransfer risiko, pengendalian risiko bisa menurunkan harga
yang dibayar untuk mentransfer risiko tersebut. Sebagai contoh, perusahaan bisa
mencoba mengendalikan risiko kebakaran bangunan dengan jalan memasang alarm
kebakaran dan tabung pemadam kebakaran dibangunan tersebut. Jika hal tersebut
dilakukan, premi untuk asuransi kebakaran bisa diturunkan. Bagian berikut ini
membicarakan pengendalian risiko.
C.
Pengendalian Risiko
Untuk risiko yang tidak bisa
dihindari, organisasi perlu melakukan pengendalian risiko. Dengan menggunakan
dua dimensi, probabilitas dan severity, pengendalian risiko bertujuan
untuk mengurangi probabilitas munculnya kejadian, mengurangi tingkat keseriusan
(severity), atau keduanya.
Agar bisa mengendalikan risiko lebih
baik, pemahaman terhadap karateristik risiko diperlukan. Dalam upaya memahami
risiko tersebut ada beberapa teori yang ingin menelusuri penyebab munculnya
risiko. Dua teori dibicarakan dalam bagian ini yaitu teori domino dan teori
rantai risiko (lihat juga Bab 4 mengenai identifikasi dan pengukuran risiko).
1. Teori Domino (Heinrich, 1959)
Menurut teori ini, kecelakaan bisa
dilihat sebagai urutan tahap seperti digambarkan dalam kartu domino berikut
ini. Jika satu kartu jatuh, maka akan mendorong kartu kedua jatuh, dan
seterusnya sampai kartu domino terakhir jatuh (ingat permainan merubuhkan
deretan kartu domino.
Ada lima tahap yang merupakan
rangkaian kecelakaan, yaitu :
1. Lingkungan sosial dan faktor bawaan yang menyebabkan seseorang berperilaku
tertentu (misal mempunyai temperamen tinggi sehingga gampang marah)
2. Personal fault (kesalahan individu), dimana individu tersebut tidak
menpunyai respon yang tepat (benar) dalam situasi tertentu
3. Unsafe act or physical hazard (tindakan yang berbahaya atau kondisi fisik
yang berbahaya)
4. Kecelakaan
5. Cidera.
Sebagai contoh adalah kecelakaan
kerja yang di alami seseorang. Misalkan orang itu mempunyai temperamen tinggi
karena tumbuh dewasa di lingkungan keras ( factor pertama). Kemudian orang
tersebut tidak mendengarkan saran orang lain atau tidak suka memperhatikan
kondisi sekitarnya (factor kedua). Kemudian orang tersebut bekerja di
lingkungan mesin atau bangunan yang rentan terhadap munculnya resiko kecelakaan
kerja (factor ketiga). Tiga factor tersebut cukup potensial untuk memmunculkan
terjadinya kecelakaan. Misalkan kecelakaan terjadi, dan orang tersebut (
dan barangkali orang lain di sekitar) mengalami cidera.
2. Rantai Risiko (Risk Chain)
Menurut Mekhofer, 1987 ,risiko yang
muncul bias di pecah kedalam beberapa komponen
:
1.
Hazard (kondisi yang mendorong terjadinya risiko)
2.
Lingkungan
di mana hazard tersebutberada
3.
Interaksi
antara hazard dengan lingkungan
4.
Hasil dari
interaksi
5.
Konsekuensi
dari hasil tersebut
Sebagai contoh, di gudang yang
banyak bahan mudah terbakar (missal kertas) terdapat kompor dengan
menggunakan minyak tanah. Gudang adalah lingkungannya, sedangkan kompor
tersebut adalah hazard. Kompor dengan menggunakan minyak tanah
meningkatkan resiko kebakaran (hazard). Interaksi antar gudang dengan
kompor didalamnya akan semakin meningkatkan resiko kebakaran, sehingga suatu
saat terjadi kebakaran (factor keempat). Konsekuensi dari kebakaran tersebut
adalah kerugian yang sangat signifikan
Dengan melihat komponen resiko
tersebut, manajer resiko bias mnegatasi resiko malalui cara menghilangkan hazard.
Dalam contoh diatas, kompor minyak tanah bias di ganti dengan kompor
listrik. Lingkungan bias di buat lebih tahan terhadap munculnya resiko,
misalnya dengan menyingkirkan bahan-bahan yang mudah terbakar. Dengan kompor
listrik dan lingkungan yang bersih dari bahan yang mudah terbakar, interaksi
antara keduanya menjadi lebih kecil kemungkinan untuk terjadi. Konsekuensi dari
hasil ( kebakaran dalam hal ini ) yang berupa kerugian bias dikurangi missal
dengan membuat tembok lebih tahan api., sehingga kebakaran pada ruang tersebut
tidak akan mudah menjalar keruang lainnya.
3. Fokus dan Timing PengendalianResiko
a. Focus PengendalianResiko
Pengendalian resiko bisa difokuskan
pada usaha mengurangi kemungkinan (probability), munculnya resiko dan
mengurangi keseriusan (severity), konsekuensi resiko tersebut. Sebagai
contoh mengganti kompor minyak tanah dengan kompor listrik bisa mengurangi
kemungkinan mengurangi resiko kebakaran. Memakai peralatan pengaman selama
bekerja bisa mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja.
Sebaliknya, memasang alat pemadam
kebakaran di gedung merupakan suatu usaha untuk mengirangi keseriusan resiko.
Perhatikan bahwa alat pemadam kebakaran tidak mencegah terjadinya kebakaran,
tetapi kebakaran bisa dengan cepat di padamkan, sehingga kerugian akibat
kebakaran tersebut bisa diminimalkan. Memasang airbag (kantong
udara) di mobil merupakan contoh untuk mengurangi severity kecelakaan
mobil. Perhatikan bahwa kantong udara tersebut tidak mencegah terjadinya
kecelakaan.
Pemisahan (separation) dan
duplikasi (duplivation) merupakan dua bentuk umum metode untuk
mengurangi keseriusan resiko. Contoh pemisahan adalah menyebar operasi
perusahaan, sehingga jika terjadi kecelakan kerja, karyawan yang menjadi korban
akan terbatas. Contoh lain ,perusahaan mempunyai aturan direktur utama dan
wakil direktur tidak boleh berada pada satu pesawat terbang. Jika terjadi
kecelakaan pada salah satu pesawat terbang, maka yang lain masih bisa hidup dan
menggantikan yang lainnya. Duplikasi dilakukan dengan cara menyimpan
produk yang serupa atau mirip di temapat yang terpisah. Sebagai contoh,
kita barangkali akan menyimpan fike di bebrapa tempat, di hard-disk
FC kita di kantor, di hard-disk note book kita , dan flash disk atau
CD. Jika salah satu file mengalami kerusakan atau serangan virus, file
di tempat lain masih bisa di selamatkan.
Tentunya kita bisa menggunakan
metode untuk mengurangi kemungkinan munculnya resiko dengan pengurangan severity
secara bersamaan. Sebagai contoh, dokter ahli bedah belajar metode baru
dalam pembedahan yang lebih canggih dan lebih aman.Dengan metode baru tersebut,
dokter tersebut bisa mengurangi probabilitas terkena risiko digugat akibat
mal-praktik, dan juga sekaligus menurunkan severity tuntutan jika risiko
gugatan terjadi.
b. Timing Pengendalian Risiko
Dari sisitiming (waktu) , pengendalian risiko bisa dilakukan sebelum,
selama, dan sesudah resiko terjadi. Sebagai contoh, perusahaan bisa melakukan timing
untuk karyawanya mengenai peraturan, prosedur, dan teknik untuk menghindari
kecelakaan kerja. Karena aktifitas tersebut dilakukan sebelum terjadinya
kecelakaan kerja, maka aktivitas tersebut merupakan aktivitas sebelum resiko
terjadi.
Pengendalian risiko juga bisa dilakukan pada saat terjadinya resik. Sebagai
contoh, kantong udara pada mobil secara otomatis akan mengembang jika terjadi
kecelakaan. Pengendalian resiko bisa juga di lakukan setelah resiko terjadi.
Sebagai contoh, perusahaan bisa mengelola analisisa dari bangunan yang
terbakar, atau memperbaiki mobil.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Untuk risiko yang tidak bisa
dihindari, organisasi perlu melakukan pengendalian risiko. Dengan menggunakan
dua dimensi, probabilitas dan severity, pengendalian risiko bertujuan
untuk mengurangi probabilitas munculnya kejadian, mengurangi tingkat keseriusan
(severity), atau keduanya.
Agar bisa mengendalikan risiko lebih
baik, pemahaman terhadap karateristik risiko diperlukan. Dalam upaya memahami
risiko tersebut ada beberapa teori yang ingin menelusuri penyebab munculnya
risiko. Dua teori dibicarakan dalam bagian ini yaitu teori domino dan teori
rantai risiko (lihat juga Bab 4 mengenai identifikasi dan pengukuran risiko).
DAFTAR
PUSTAKA
M Hanafi,
Mamduh. 2006. Manajemen Resiko.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN
Khan,
Tariqullah Dan Habib Ahmed. 2008. Manajemen Resiko: Lembaga Keuangan Syariah.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
http://gloriaprisiliarantung.blogspot.co.id/2015/10/manajemen-risiko.html
Mamduh M Hanafi. 2006.
Manajemen Resiko. Yogyakarta:
UPP STIM YKPN. Hal : 246
Khan, Tariqullah Dan Habib Ahmed. 2008. Manajemen Resiko: Lembaga Keuangan
Syariah. Jakarta: PT Bumi
Aksara. Hal : 261